ki

ki
hoya

Minggu, 22 Januari 2012

Tangisan untuknya


dari kita untuknya

“Eh mumpung dia nggak ada, ayo buka laptopnya,,” kataku pada teman yang baru saja menemukan laptop tergeletak ditengah jalan hutan, jalan yang tak pernah ku lihat sebelumnya. “wig ada passwordnya,,gimana ne,,” katanya kebingungan dan melirikku, “ah njelehi kie, coba ketik wigo” kataku dan melihat layar. “wah gagal, nujk apa kie, keburu orangnya datang” katanya cemas, “mana laptopnya,,” kataku sambil mengambil laptop unyu-unyu itu, lalu kuketik namaku, “wiga” dan “hah berhasil” kata temenku senang. “gila tu ornga masa pake namaku” kataku sebel dan penasaran kenapa dia memakai namaku, “huah sebel nyakin,,kerjain aja tu orang, banting ne laptop biar tahu rasa,,” kataku hendak mengangkat laptop namun temanku melarang dan meminta aku untuk menganti passwordnya,,”ganti apa ne, tapi aku nggak tahu caranya” kataku menyerahkan laptop itu,  ”diganti apa ne?” katanya sambil melihat mukaku.
          Ku lihat sekelilingku, sudah sore rupanya dan aku tersadar dari mimpiku, kenapa ya ku bermimpi seperti itu, kulihat hape ada beberapa sms. Salah satunya sms dari teman dekatku, hem dari siang kita sibuk smsan namun rupanya aku tertidur, entah kenapa rasa bersalah itu menghantuiku. Rasanya ingin menangis, belum sempat aku minta maaf namun ku rasa semuanya akan terlambat. “ ya Allah apa yang harus kulakukan,,,”.
          Seperti biasa aku membantu ibuku masak sore ini namun ada yang berbeda hari ini ibuku dan budhe tin sibuk bercerita tentang kondisi sebut saja mas D. Diam-diam aku mendengarkan cerita itu, sedangkan jemari tanganku sibuk mijitin hape ku beri kabar pada sahabatku yang tahu jelas cerita antara aku dengan mas D. Ku lihat jam sudah hampir 17.37 namun kenapa adekku belum pulang sekolah, “mam ndut, ragil kok blom pulg yo?” tanyaku sambil membuat teh untuk ayahanda tercinta. “kan les,,” kata ibuku menuju keluar, “ lah hari apa to kok les ngapusi, mesti pacaran” kataku paada ibuku yang entah mendengar atau tidak yang jelas sudah tak ada jawaban.
          Mukenah putih keunguan kotak itu masih melekat, hanya saja yang bagian bawah sudah ku lepas. Duduk dan menanti sahabatku, “mbak napae diluar? Mesti nunggu anak pak RT,,,hahahahaha” kata adikku meledek. “ enak wae, ora yo,,kono belajar,,ngalih-ngalih!!” kataku sambil mengerakkan tangan menyuruh adekku pergi, “hahahha ngapusi, bilangin babe ah,,hahhahahhaaaa” ancam adekku dan menghilang.
          Sesosok wanita baju putih muncul, dari kejauhan dia melihatku dan melambaikan tangannya. Ternyata sahabatku,, “aaa suci’’ kita pun berpelukan. “nduk piye kie kondisinya mas D” katanya dalam pelukan, belum sempat ku jawab diapun berbicara lagi “ hah masak koma, nanti kalau mati gimana?” tanyanya itu buatku semakin menangis, namun ku tahan karena aku malu menangisinya. Namun ku dengar isak tangis sahabatku, “ hah,,,aku ngak ngerti ci,” tangisku mulai pecah. “tadi ibuku bilang katanya belum sadar” kataku dan secara tiba-tiba sahabatku itu melepaskan pelukannya dan menatapku, “hah blom sadar? Katanya dan diapun menangis lagi. Panjang lebar kami bercerita, “ aduh nduk aku blom minta maafe,,”katanya lemas. “”apa lagi aku, aduh bersalah banget kemarin kita itu” kataku sambil mematikan telpon nomor tak dikenal. “iya ini salahmu,,” kata temanku seketika dengan kerasnya dan ku dibuatnya kaget, “ya ci masak kamu nyalahin aku seh, tega banget kamu,,,lah wong aku bener-bener ngak sukae,,tega kamu” kataku dengan sangat kecewa pada sahabatku, “iyalah kamu ngak ngertiin perasaannya og...” dan diapun terus menyalahkan aku, ku coba minta dia untuk mengerti aku, namun ternyata tak bisa, “oh gitu jadi menurut kamu ini salahku?? Perlu aku juga yang gantiin dia di rumah sakit?? Ci aku tu sahabatmu, kita tiap hari barengan, sekolah bareng, makn bareng tidurpun gantian dirumahnya hanya saja kita tidak dilahirkan pada perut yang sama tapi orang tua kita juga sangat dekat” kataku memukulkan tangan pada dinding. Rupanya emosiku mulai meninggi namun akhirnya sahabat dekatku itu memahamiku, “ya udah nduk kita berdoa aja biar cepet sembuh, kamu jengukin sana kalau aku tidak bisa tahu sendirilah orang tuaku gimana.” Katanya senyum-senyum.
          Waktu yang semakin malam menjadikan bintang semakin banyak, seakan menghibur kita yang tengah bersedih. Mas D memang bukan orang yang cukup ganteng dimataku namun dia cukup keren seorang yang lucu dan pekerja keras. Sebagai anak pertama dia harus membantu orang tuanya membiayai adiknya kuliah dan sekolah namun dirinya kini koma entah sampai kapan. Kita bertiga teman meski aku dan suci belum lama mengenalnya, tugaspun sering kita kerahkan pada mas D. Entah kenapa banyak yang meledeki aku dan mas D itu, namun aku tak suka. Diapun sering melihatku, ah sungguh tak suka, hampir orang-orang sekampung tahu. Ngak tahu gimana cara nyebarnya.
          Berpikir menjenguk, tapi sama siapa? Kalau sama anak pak RT tu mas D bukanya sembuh malah makin parah. Ku tinggal beberapa hari di Solo tempat kakakku, sering ku tanyakan kabarnya pada kak warti yang jaga ICCU. Malam itu ku beranikan diri ke rumah sakit, ku ajak kakakku sayangnya sedang ada tamu, ah nyebelin. “jangan bawa helm merah,,”kata kakak iparku, “pake helm vario aja biar mecing dengan motornya kata mas iparku yang selalu memikirkan penampilan.
          Hem, hanya bisa terdiam melihat kondisinya. Moga bisa cepet sembuh.

“Eh mumpung dia nggak ada, ayo buka laptopnya,,” kataku pada teman yang baru saja menemukan laptop tergeletak ditengah jalan hutan, jalan yang tak pernah ku lihat sebelumnya. “wig ada passwordnya,,gimana ne,,” katanya kebingungan dan melirikku, “ah njelehi kie, coba ketik wigo” kataku dan melihat layar. “wah gagal, nujk apa kie, keburu orangnya datang” katanya cemas, “mana laptopnya,,” kataku sambil mengambil laptop unyu-unyu itu, lalu kuketik namaku, “wiga” dan “hah berhasil” kata temenku senang. “gila tu ornga masa pake namaku” kataku sebel dan penasaran kenapa dia memakai namaku, “huah sebel nyakin,,kerjain aja tu orang, banting ne laptop biar tahu rasa,,” kataku hendak mengangkat laptop namun temanku melarang dan meminta aku untuk menganti passwordnya,,”ganti apa ne, tapi aku nggak tahu caranya” kataku menyerahkan laptop itu,  ”diganti apa ne?” katanya sambil melihat mukaku.
          Ku lihat sekelilingku, sudah sore rupanya dan aku tersadar dari mimpiku, kenapa ya ku bermimpi seperti itu, kulihat hape ada beberapa sms. Salah satunya sms dari teman dekatku, hem dari siang kita sibuk smsan namun rupanya aku tertidur, entah kenapa rasa bersalah itu menghantuiku. Rasanya ingin menangis, belum sempat aku minta maaf namun ku rasa semuanya akan terlambat. “ ya Allah apa yang harus kulakukan,,,”.
          Seperti biasa aku membantu ibuku masak sore ini namun ada yang berbeda hari ini ibuku dan budhe tin sibuk bercerita tentang kondisi sebut saja mas D. Diam-diam aku mendengarkan cerita itu, sedangkan jemari tanganku sibuk mijitin hape ku beri kabar pada sahabatku yang tahu jelas cerita antara aku dengan mas D. Ku lihat jam sudah hampir 17.37 namun kenapa adekku belum pulang sekolah, “mam ndut, ragil kok blom pulg yo?” tanyaku sambil membuat teh untuk ayahanda tercinta. “kan les,,” kata ibuku menuju keluar, “ lah hari apa to kok les ngapusi, mesti pacaran” kataku paada ibuku yang entah mendengar atau tidak yang jelas sudah tak ada jawaban.
          Mukenah putih keunguan kotak itu masih melekat, hanya saja yang bagian bawah sudah ku lepas. Duduk dan menanti sahabatku, “mbak napae diluar? Mesti nunggu anak pak RT,,,hahahahaha” kata adikku meledek. “ enak wae, ora yo,,kono belajar,,ngalih-ngalih!!” kataku sambil mengerakkan tangan menyuruh adekku pergi, “hahahha ngapusi, bilangin babe ah,,hahhahahhaaaa” ancam adekku dan menghilang.
          Sesosok wanita baju putih muncul, dari kejauhan dia melihatku dan melambaikan tangannya. Ternyata sahabatku,, “aaa suci’’ kita pun berpelukan. “nduk piye kie kondisinya mas D” katanya dalam pelukan, belum sempat ku jawab diapun berbicara lagi “ hah masak koma, nanti kalau mati gimana?” tanyanya itu buatku semakin menangis, namun ku tahan karena aku malu menangisinya. Namun ku dengar isak tangis sahabatku, “ hah,,,aku ngak ngerti ci,” tangisku mulai pecah. “tadi ibuku bilang katanya belum sadar” kataku dan secara tiba-tiba sahabatku itu melepaskan pelukannya dan menatapku, “hah blom sadar? Katanya dan diapun menangis lagi. Panjang lebar kami bercerita, “ aduh nduk aku blom minta maafe,,”katanya lemas. “”apa lagi aku, aduh bersalah banget kemarin kita itu” kataku sambil mematikan telpon nomor tak dikenal. “iya ini salahmu,,” kata temanku seketika dengan kerasnya dan ku dibuatnya kaget, “ya ci masak kamu nyalahin aku seh, tega banget kamu,,,lah wong aku bener-bener ngak sukae,,tega kamu” kataku dengan sangat kecewa pada sahabatku, “iyalah kamu ngak ngertiin perasaannya og...” dan diapun terus menyalahkan aku, ku coba minta dia untuk mengerti aku, namun ternyata tak bisa, “oh gitu jadi menurut kamu ini salahku?? Perlu aku juga yang gantiin dia di rumah sakit?? Ci aku tu sahabatmu, kita tiap hari barengan, sekolah bareng, makn bareng tidurpun gantian dirumahnya hanya saja kita tidak dilahirkan pada perut yang sama tapi orang tua kita juga sangat dekat” kataku memukulkan tangan pada dinding. Rupanya emosiku mulai meninggi namun akhirnya sahabat dekatku itu memahamiku, “ya udah nduk kita berdoa aja biar cepet sembuh, kamu jengukin sana kalau aku tidak bisa tahu sendirilah orang tuaku gimana.” Katanya senyum-senyum.
          Waktu yang semakin malam menjadikan bintang semakin banyak, seakan menghibur kita yang tengah bersedih. Mas D memang bukan orang yang cukup ganteng dimataku namun dia cukup keren seorang yang lucu dan pekerja keras. Sebagai anak pertama dia harus membantu orang tuanya membiayai adiknya kuliah dan sekolah namun dirinya kini koma entah sampai kapan. Kita bertiga teman meski aku dan suci belum lama mengenalnya, tugaspun sering kita kerahkan pada mas D. Entah kenapa banyak yang meledeki aku dan mas D itu, namun aku tak suka. Diapun sering melihatku, ah sungguh tak suka, hampir orang-orang sekampung tahu. Ngak tahu gimana cara nyebarnya.
          Berpikir menjenguk, tapi sama siapa? Kalau sama anak pak RT tu mas D bukanya sembuh malah makin parah. Ku tinggal beberapa hari di Solo tempat kakakku, sering ku tanyakan kabarnya pada kak warti yang jaga ICCU. Malam itu ku beranikan diri ke rumah sakit, ku ajak kakakku sayangnya sedang ada tamu, ah nyebelin. “jangan bawa helm merah,,”kata kakak iparku, “pake helm vario aja biar mecing dengan motornya kata mas iparku yang selalu memikirkan penampilan.
          Hem, hanya bisa terdiam melihat kondisinya. Moga bisa cepet sembuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar